Yang Ditunggu Selama Ini

Ymir membuka kedua matanya, terbangun di atas tempat tidur yang empuk. Saat itu sudah pagi menjelang siang. Di dalam kamar tidak ada Historia. Gadis itu sudah mengirimkan chat ke Ymir bahwa dia mengikuti kelas pagi sehingga tidak bisa menemaninya. Dia juga bilang kalau suhu tubuh Ymir agak tinggi, dan tidak perlu masuk kelas untuk fokus beristirahat.

Ymir kembali membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia teringat dengan mimpinya tadi malam. Mimpi itu sangat sering muncul sebagai bunga tidurnya secara random, entah ketika dia kelelahan atau bahkan dalam kondisi biasa saja. Mimpi itu sudah ada bertahun-tahun sejak kejadian waktu itu. Kejadian yang menyebabkannya memiliki ketakutan terhadap ruangan sempit dan tertutup.

Lalu, setelah mungkin ratusan malam dia mengalami mimpi yang sama tanpa bisa keluar dari ruangan sempit itu, akhirnya tadi malam peristiwanya berbeda. Akhirnya, ada sosok yang menolongnya keluar. Dia seperti mengenal sosok misterius itu, tapi entah kenapa namanya hanya berhenti di ujung lidah saja.

“Siapa ya sosok itu…?”

Menghela napas panjang, Ymir bangkit dari tempat tidurnya. Demamnya dirasakan sudah tidak terlalu tinggi, walau kepalanya masih sedikit pusing. Mungkin karena akhir dari mimpi tadi malam tidak seperti biasanya, perasaannya jadi lebih lega dan dia merasa lebih cukup beristirahat.

Perutnya sudah terasa lapar. Ymir berniat akan mengganti bajunya dan mencari makanan ke luar.

Tapi kemudian, dia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.

“Ymir?”

Gadis itu mengenali suara yang memanggilnya.

Lalu seketika, Ymir seperti merasakan deja vu.

Seperti mimpinya tadi malam, di mana ada sosok yang memanggilnya dari luar dengan lembut.

Namun kali ini, Ymir yakin sekali siapa pemilik suara itu.

Begitu pintunya dia buka, terlihat sosok pemuda yang sangat dia kenal.

Sosok yang muncul di mimpinya tadi malam. Sosok yang menariknya dari kegelapan dan kesunyian, setelah bertahun-tahun bermimpi terkurung tanpa bisa keluar.

“Sayang, gimana keadaan kamu? Udah mendingan? Kamu pasti belum sarapan, kan? Aku bawain bubur ayam yang masih anget biar makannya lebih enak. Kata Hisu— Lho kok kamu nangis??”

Tanpa sadar, ternyata Ymir meneteskan air mata. Bertholdt yang khawatir memegang pipi pacarnya dengan kedua tangannya, sambil diusapnya air mata yang masih terus menetes.

Tangan pemuda itu kekar dan juga hangat. Rasanya sama persis seperti yang Ymir mimpikan tadi malam. Lalu matanya. Mata besar berselaput pelangi warna hijau muda berkilauan dengan sorot menenangkan.

“Badan kamu masih ga enak?”

Ymir tidak menjawab pertanyaan tersebut, tapi dia malah membenamkan wajahnya ke dada bidang Bertholdt dan melingkarkan tangan di pinggang pacarnya itu. Bertholdt reflek memeluknya balik sambil mengusap-usap kepala Ymir.

Kalau diingat-ingat, ini kedua kalinya mereka berpelukan sejak berpacaran. Yang pertama kali adalah malam sebelumnya, ketika Bertholdt baru membebaskan Ymir dari dalam gudang.

Sejujurnya Bertholdt merasa tersipu dengan posisi mereka sekarang. Ternyata, memeluk Ymir itu terasa sangat nyaman. Ymir pun berpikir demikian. Mereka berdua masing-masing sama-sama heran, kenapa berpelukan seperti ini tidak mereka lakukan saja dari awal dulu.

“Makasih, ya…”

“Makasih apa, sayang?”

“Makasih udah selalu ada… Setiap gue butuh seseorang, pasti lu selalu ada. Perlakuan lu baik banget ke gue, ga sepadan sama perlakuan gue ke lu. Pokoknya makasih banget, ya.”

“Kamu ngomong apa siih. Kamu lah yang udah baik banget ke aku. Ya jelas aku pasti akan selalu ada buat kamu, Ymir.”

Ymir pun akhirnya yakin, bahwa sosok penerang dalam gelap yang ditunggunya selama ini adalah… Bertholdt kekasihnya.

Krucuk krucuk krucuk.

“Hahaha! Adoh laper nih gue,” tawa Ymir seraya melepaskan tangannya dari pinggang Bertholdt.

“Ayo dimakan buburnya, nanti keburu dingin.”

“Hm, soal itu…”

“Kenapa, Yang?”

“Bubur yang dimaksud, itu bukan?”

Ymir menunjuk ke arah lantai, di mana sudah tergeletak kotak styrofoam yang sudah terbuka dan isinya berceceran di dalam kantong plastik pembungkusnya.

“Yaaahhh aku sampe ga sadar kalo buburnya jatoooh!”

“Salah gue sih karena tadi meluk tiba-tiba. Maaf, ya…”

“Aku juga minta maaf, ya. Tunggu sebentar aku mau beli lagi.”

“Bentar, bentar. Kita makan langsung di tempatnya aja. Tunggu ya gue mandi dulu.”

Setelah bergegas mandi dan mengganti pakaian, Ymir sudah siap untuk makan di luar bersama Bertholdt. Dia menghampiri pacarnya yang menunggu di teras kosan.

“Yuk.”

Mereka berjalan menuju penjual bubur sambil bergandengan tangan. Senyum tulus dari Bertholdt ketika memandang Ymir membuatnya mleyot untuk yang kesekian kalinya pada hari itu.

Won't you take me by the hand? Take me somewhere new I don't know who you are But I, I'm with you

I'm with You – Avril Lavigne