Tersaingi

“Lu lagi ngapain, His?”

Si gadis yang ditanya tidak menjawab pertanyaan tersebut. Dia sedang telungkup di atas tempat tidurnya, asyik bermain dengan ponsel. Sepertinya dia sedang melakukan chat dengan seseorang.

“Oi, Historia.”

Panggilan kedua dari Ymir akhirnya menyadarkan si gadis.

“Hm? Ah, maaf, Ymir. Tadi ngomong apa? Aku ga ngeh, hehe.”

“Lagi ngapain?”

“Lagi… bales chat.”

“Sama siapa, sih? Asik bener.”

“Ada, deeehh.”

Ymir yang duduk berseberangan dengan Historia di atas kursi belajarnya pun memanyunkan bibirnya.

Sudah beberapa minggu terakhir ini Historia suka asyik sendiri dengan ponselnya. Dia bisa berlama-lama menatap ponselnya sebelum tidur sambil senyum-senyum sendiri atau terkadang sambil tertawa.

Historia yang biasanya bersemangat menceritakan hal apapun padanya, belakangan terlihat lebih memilih ponselnya ketimbang sahabatnya itu. Tentu saja, Ymir cemburu.

Memang betul, bahwa selama ini banyak sekali pemuda di kampus yang mencoba peruntungan mereka mendekati seorang Historia, sang primadona kampus. Tapi mereka semua rata-rata mundur teratur karena keberadaan Ymir. Ymir-lah yang selalu menyeleksi siapa orang-orang yang pantas mendekati sahabatnya itu.

Akhir-akhir ini, ada satu pemuda yang tidak gentar mendekati Historia biarpun sudah berkali-kali dihajar oleh Ymir.

”...Reiner, ya?”

“Kok tau??”

Historia langsung duduk dari posisi berbaring sebelumnya, sambil memasang wajah sumringah.

“Ya… siapa lagi?” tanya balik Ymir kepada Historia. “Cuma dia yang bertahan kayaknya.”

Si gadis mungil cekikikan mengingat banyak pemuda yang ditolak Ymir untuk mendekatinya.

“Tau, ga? Baru kali ini aku dideketin cowok yang dengan pedenya bilang ke aku kalo dia yakin aku jodohnya. Awalnya geli, hahaha. Tapi ternyata dia serius dong, Ymir! Dia ga nyerah walau kamu sering banget ngehalang-halangin dia.”

”...oh. Gitu.”

“Orangnya kan nyeremin ya keliatannya. Kayak bapak-bapak gitu ga sih mukanya? Hahaha tapi ternyata lucuu. Sama so sweet jugaa.”

Uh-oh. Historia sepertinya terpikat oleh umpan Reiner.

“Aku sih yakin dia orangnya baik. Ymir, ga apa-apa kan kalo aku coba sama dia?”

Ymir hanya terdiam sambil mengangguk pelan. Baru kali ini Historia berseri-seri karena orang lain selain dirinya. Ymir merasa tersaingi, atau bahkan kalah. Walau dia senang melihat Historia senang, tapi di sisi lain hatinya pun berdenyut dengan pedihnya.