Masa lalu (2)
tw // claustrophobia , child abuse , domestic violence
Ymir sudah diantar pulang ke kosan oleh Bertholdt dengan selamat. Tadi, beberapa menit setelah Ymir tenang, dia meminta untuk segera pulang dan langsung dituruti oleh Bertholdt. Sepanjang perjalanan, mereka tidak saling berbicara. Sambil mengenakan jaket milik Bertholdt yang terlalu besar untuknya, Ymir memeluk erat lengan pacarnya, seperti takut bahwa pemuda itu akan meninggalkannya. Setelah sampai kosan, mereka disambut oleh Historia yang tidak kalah khawatir menunggu mereka kembali. Bertholdt sebelumnya sudah memberi Hisu pesan singkat tentang kejadian dengan Ymir tadi.
Historia membawa Ymir masuk ke dalam kamar, lalu membantunya mengganti pakaian, dan menemani Ymir sampai dia tertidur tidak lama setelah itu. Setelah memastikan bahwa Ymir sudah tidur, Historia keluar kamar untuk menemui Bertholdt yang masih menunggu di teras depan kosan.
“Makasih ya, Berry.” Itu adalah nama panggilan dari Historia karena baginya nama Bertholdt terlalu sulit diucapkan. “Makasih udah jemput Ymir. Aku ga nyangka setelah sekian lama akhirnya dia ngalamin ini lagi.”
“Ngalamin apa ya, Hisu? Ymir itu kenapa? Tadi ga tega nanyain dan minta dia cerita.”
“Sebenernya… Ymir takut sama ruangan sempit dan tertutup. Sekarang-sekarang ini padahal udah mendingan banget, udah mau naik lift yang tadinya dia ga mau sama sekali.”
Bertholdt jadi teringat, bahwa setiap dia bersama Ymir dan hendak berpindah lantai di gedung manapun, Ymir lebih suka menggunakan tangga dibandingkan lift bila lantainya tidak terlalu tinggi dan masih bisa dijangkau tangga. Bertholdt pikir hal itu dikarenakan Ymir memang aktif dan suka bergerak. Bila harus naik lift, Ymir selalu berdiri sangat dekat dengannya atau hanya sibuk memperhatikan layar ponselnya sampai mereka tiba di lantai yang dituju.
Selama ini pacarnya terlihat kuat, berani, seperti tidak ada takutnya sama sekali. Tentu saja Bertholdt tidak menyangka bahwa Ymir memiliki claustrophobia.
“Aku baru tau… Selama ini sama sekali ga keliatan…”
“Terakhir kejadian itu waktu kami SMA, yaitu waktu main di mall. Lift-nya macet, jadi kami dan beberapa pengunjung terjebak di dalamnya. Ga lama sih, bantuan cepet datang, tapi kayak gitu aja Ymir udah sesak napas. Apalagi kejadian tadi ya, yang kamu bilang setengah jam dia kekunci dalam gudang.”
“Hisu tau ga sejak kapan dan kenapa dia punya claustrophobia?”
“Ymir ga pernah cerita apapun tentang dirinya dan keluarganya ke kamu?”
“Ga pernah…”
“Kayaknya dia ga mau kamu khawatir, Berry. Makanya dia ga cerita. Atau mungkin belum. Tapi yaudah deh aku kasih tau aja ya sekarang.”
“Aku… tadi bener-bener kaget. Dia gemeteran, keliatan pucat banget, rapuh banget. Beda dari Ymir yang biasanya…”
“Jadi, dulu waktu dia kecil dia tinggal sama kedua orang tuanya. Mereka keluarga kurang mampu, ibunya buruh cuci dan ayahnya pengangguran. Ayahnya ini pemabuk, suka mukul Ymir dan ibunya. Ymir dipaksa ngamen dan ngemis di jalanan, yang kalo pulang ga bawa uang dia akan dipukuli ayahnya. Suatu ketika, waktu Ymir umur 7 tahun, dia dihukum ayahnya karena pulang ga bawa uang. Ditampar, ditendangi, dan dikurung dalam lemari. Ibunya liat itu dan berantem sama ayahnya. Malam itu puncak dari kekerasan ayahnya, karena Ymir dengar suara pukulan keras berkali-kali sampai suara jeritan ibunya ga kedengeran lagi. Ymir coba panggil ibunya dari dalam lemari, seperti biasanya kalau ayahnya pergi maka ibunya akan mengeluarkan Ymir dari kurungan dalam lemari. Tapi kali itu ibunya ga jawab. Ymir ketakutan, dia coba teriak-teriak sampai suaranya habis tapi ga ada yang jawab dia. Saat itu Ymir lagi sakit juga, jadi itu memperburuk keadaan tubuh dia. Pingsan, tersadar, pingsan, tersadar, sampai dia ga tau udah berapa hari dia dalam lemari itu. Akhirnya ada yang buka lemari itu, yaitu polisi. Ternyata Ymir udah 3 hari dalam lemari dalam kondisi demam, dehidrasi, dan kelaparan. Dia dilarikan ke rumah sakit dan dirawat hampir sebulan. Ibunya Ymir… udah meninggal pada malam kejadian itu karena pukulan bertubi-tubi ayahnya.”
Historia menghapus air matanya menggunakan lengan baju piyamanya. Sedangkan Bertholdt hanya tercengang, tidak menyangka.
“Kejadian itu… sepertinya yang membuat Ymir jadi takut sama ruangan tertutup dan sempit… Selepas dari rumah sakit, karena Ymir ga punya keluarga lagi dia dimasukin ke panti asuhan. Gara-gara didikan ayahnya dulu, Ymir jadi anak yang kasar ke teman-temannya. Suka bully, suka merebut barang-barang milik temannya, suka ngelawan yang lebih tua. Ymir sering bermasalah sama orang-orang di sekitarnya. Dia ga punya teman, dan itu berlangsung terus sampai dia SMA. Oh iya, walau dia bandel, tapi dia pintar dan dapat beasiswa di SMA yang sama denganku. Jadi inget sama pertemuanku pertama kali sama Ymir dulu. Waktu itu dia nyelamatin aku dari preman-preman yang coba godain aku sepulang sekolah. Tapi waktu itu dia langsung pergi, ga mau dekat sama aku. Sampai suatu ketika aku dengar ada suara orang minta tolong dari dalam ruang penyimpanan alat-alat olahraga di sekolah, di mana aku kebetulan lewat. Ternyata itu Ymir, yang diisengin sama tukang bully sok jagoan di sekolah karena mereka ga suka sama Ymir yang ga ada takut-takutnya sama mereka. Aku dorong penghalang pintunya supaya bisa dibuka lagi pintunya. Dari dalam keluar Ymir yang tiba-tiba meluk aku karena dia udah ketakutan. Sejak saat itu, kami jadi deket. Kami sahabatan terus sampe sekarang. Tadinya dia ga mau temenan sama yang lain selain aku, tapi perlahan dia mulai buka hatinya, dan mulai bisa bercanda sama temen-temen yang lain. Nah, Ymir ini semakin ada perubahan positif sejak pacaran sama kamu, lho, Berry.”
“Yang bener?” Tiba-tiba saja Historia mengaitkan cerita Ymir ke diri Bertholdt.
“Iya. Kamu itu pacar pertamanya. Aku ngerasa dia ga sekeras dulu. Sekarang jadi lebih ceria, lebih banyak senyumnya, apalagi kalo lagi chat-chat-an sama kamu.”
Pernyataan Historia tidak disangkanya, tapi hal itu membuatnya lega dan bahagia.
“Berry, aku mau ngucapin makasih banget karena udah bikin Ymir, sahabatku yang paling aku sayang, jadi lebih bahagia. Seengganya perlahan dia bisa ngelupain masa lalunya yang kelam. Terima kasih, karena udah sayang sama Ymir.”
Melihat Historia yang air matanya terus menetes juga akhirnya membuat Bertholdt melakukan hal yang sama, padahal sudah dia tahan-tahan dari tadi sejak Historia mulai menceritakan masa lalu Ymir.
“Janji ya, Berry. Jangan pernah tinggalin Ymir. Sayangin dia terus. Obatin luka-luka hati dia, sampai suatu saat nanti dia lupa sama masa lalunya, dan ingatannya digantikan dengan kenangan indah sama kamu.”