Bertemu Kembali

Tidak banyak yang berubah sejak Hange terakhir datang ke tempat itu tahunan yang lalu. Letak pemakaman yang lebih tinggi dari area sekitarnya serta banyaknya pepohonan menjadikannya tempat yang sejuk dan asri.

Ketika sampai di makam Levi yang tidak jauh dari pintu masuk, akhirnya, Hange melihat sosok yang sejak kemarin dia cari. Remaja itu duduk tepat di depan batu nisan milik Levi, sambil menekuk dan memeluk lututnya. Dengan berjalan santai, Hange menghampirinya dan kemudian duduk bersila di sampingnya.

“Udo tau pasti Kakak bakal nyamperin Udo sampai ke sini,” ucap Udo tanpa menoleh sedikitpun.

“Haha. Susah juga lho nyariin kamu. Kakak sampe naik pesawat nyebrang pulau dan naik bus antar kota berjam-jam, nih.”

Kemudian mereka terdiam sejenak. Hange memerhatikan bahwa pada pergelangan tangan kanan Udo terdapat gelang biru dari rumah sakit ketika ia melahirkan anak itu.

“Kenapa kamu pergi, Do? Kenapa ga tunggu Kakak pulang biar Kakak bisa jelasin semuanya? Kakak khawatir banget.”

“Aku shock. Ga nyangka. Makanya aku ga bisa berpikir jernih. Yang ada di pikiranku cuma pergi menjauh. Soalnya… Udo merasa jadi beban hidup Kakak.”

“Maksud kamu gimana, Do?” tanya Hange keheranan. “Kok kayak gitu ngomongnya?”

“Ya sesuai sama yang Kakak tulis di buku Kakak.”

Hange berpikir sejenak. Kemudian ia teringat tentang apa yang pernah ia tulis di buku hariannya tersebut.

“Udo, kamu baca buku itu sampai habis, ga?”

“Ga. Ga sanggup Udo bacanya.”

“Kamu baca sampai bagian mana? Sampai bagian Kakak ngeluh tentang kamu ya? Coba kamu baca sampai habis dulu, deh.”

Menuruti perkataan Hange, Udo mengambil tas di sampingnya dan mengeluarkan buku harian Hange. Kemudian, ia mulai baca kembali.