Akhirnya, BeruYumi

Setelah menyelesaikan laporan biro, lalu mencium kening Annie tanpa minta izin dari Armin, Ymir bergegas keluar Gedung Student Center untuk mencari si mantan terindahnya. Sebelumnya Annie menginfokan bahwa Tim Universitas Paradis yang mengikuti Kompetisi Mahasiswa Berprestasi Nasional sudah kembali dari Marley. Dan sepertinya, hari ini mereka berkumpul di Perpustakaan Pusat.

Tidak ingin membuang-buang waktu lagi, Ymir berlari menuju lokasi tersebut. Jaraknya memang tidak terlalu jauh dari Markas Himapa, tapi tetap saja dengan berlari membuatnya sedikit kelelahan dengan nafas terengah-engah.

Cerobohnya Ymir, dia lupa men-charge ponselnya, sehingga sekarang dalam kondisi mati. Dia tidak bisa bertanya pada siapapun ada di mana tepatnya pemuda itu sekarang. Terpaksa Ymir menyusuri lokasi-lokasi perkiraannya Bertholdt berada.

Di dalam Perpustakaan Pusat kampusnya memang ada ruangan khusus untuk para mahasiswa melakukan pelatihan kompetisi di bidang akademis. Ymir menuju ke ruangan itu dengan harapan segera menemui Bertholdt. Ketika sudah sampai di sana, Ymir hanya melihat Armin dan Mikasa yang sedang bersiap akan meninggalkan ruangan.

“Lho, Ymir? Kok di sini?” tanya Armin seperti heran.

“Liat Bert ga?” Ymir balas dengan pertanyaan lagi.

“Katanya mau nyari lo tadi, tapi dia mampir dulu ke kelasnya Jean.” Mikasa bantu menjawab.

“Ok thanks, Mik. Bye, guys!”

Tanpa babibu, Ymir pergi meninggalkan mereka berdua, dan langsung menuju gedung perkuliahan yang ada di seberang Perpustakaan Pusat. Kebetulan Ymir tau kelasnya Jean ada di mana saat itu.

“Hey, Jean!” sapa Ymir ke pemuda berjanggut tipis itu di dalam kelas. Saat itu kelas sudah berakhir, tapi Jean dan beberapa temannya yang lain masih di dalam untuk mengerjakan sesuatu.

“Lho, Ymir? Tumben. Kenapa?”

“Bert mana?”

“Barusan banget dia di sini. Cuma mau balikin komik yang dia pinjem dari gue. Abis itu ga tau deh, kayaknya ke kantin karena dia bilang dia haus.”

“Oh, yaudah. Kantin, ya. Makasih, Jean!”

Lagi-lagi Ymir gagal menemukan Bertholdt. Sedikit menggerutu, Ymir pergi lagi mencari pemuda itu ke kantin. Di sana, dia bertemu dengan Connie yang duduk di spot favoritnya.

“Botak, lu liat Bert kaga?”

“Wey! Gue udah kaga botak, nih, liat! Rambut gue udah lumayan numbuh!”

Ymir tidak menghiraukan protes Connie, dan kembali bertanya.

“Lu liat dia, kaga?”

“Kaga, beneran.”

Tidak lama kemudian datang Sasha yang membawa seporsi siomay dan seporsi mie ayam.

“Eh, ada Ymir. Apa kabar?”

“Hey, Sha. Liat Bert kaga?”

“Hm, tadi ketemu sebentar, sih. Ga gue ajak ngobrol karena dia kayak keburu-buru.”

“Yah. Udah lama perginya?”

“Ga, kok. Coba deh samperin ke markas. Kayaknya gue ada denger dia ditelpon sama Reiner, deh.”

“Oh… Yaudah. Thanks ya, Sha!”

Ymir meninggalkan duo ConSha yang bertengkar karena rebutan makanan yang dibawa Sasha tadi (Sasha ingin makan kedua porsi itu, padahal satunya adalah milik Connie).

Dia frustasi, kenapa sulit sekali menemui Bertholdt. Sudah ke beberapa tempat tapi gagal terus. Dengan langkah yang tidak sesemangat sebelumnya, Ymir berjalan ke Gedung Student Center untuk kembali ke markas.

Tetapi di tengah perjalanan, tiba-tiba dia melihat Hitch yang seperti berlari terburu-buru menghampiri dirinya.

“Ymir!! Ya ampun, gue cariin ke mana-mana ternyata lo di sini!”

“Kenape lu, Hitch?”

“Tau ga lo, di samping gedung markas, Beruto lagi ribut sama Reiner!”

“Hah??” mata Ymir terbelalak tidak percaya. Bertholdt dan Reiner adalah soulmates. Mereka tidak mungkin berselisih.

“Iyaa! Serem banget, udah main pukul-pukulan! Kayaknya ada kesebut nama lo, deh! Karena gue takut jadinya gue buru-buru cari lo. Hape lo ga bisa dihubungin, anjir!”

“Sumpah, Hitch?? Mereka berantem??”

“Beneraaann! Gih lo liat sana! Siapa tau lo bisa misahin!”

Energi Ymir seperti kembali muncul mendengar kabar buruk tersebut. Dia berlari ke tempat yang disebutkan oleh Hitch. Hal yang dikhawatirkan Ymir, penyebab Bertholdt dan Reiner bertengkar adalah bahwa Bertholdt tahu Reiner ikut campur dalam hubungannya dengan Ymir, dan menjadi marah. Ymir sangat tidak mau itu terjadi, makanya dia merahasiakannya dari siapapun, termasuk Historia.

Gedungnya pun terlihat. Ymir segera belok dari pintu masuk, menuju ke taman di samping gedung. Karena dalam keadaan panik, Ymir tidak menyadari ketika dia berlari di taman samping gedung dia menabrak suatu tembok yang lebar dan keras.

Bruk!!

“Adoh!”

Ymir terpental ke belakang, dengan bokong mendarat duluan ke atas tanah berumput. Sambil meringis kesakitan mengusap dahi dan bokongnya, dia keheranan kenapa tiba-tiba ada tembok besar di lokasi itu.

“Ymir??”

Oh, ternyata itu bukan tembok. Itu adalah Bertholdt, si pemuda bongsor yang punggungnya memang sekeras tembok.

“Kamu ga apa-apa??” Bertholdt mengulurkan tangannya.

Seketika itu mereka berdua seperti merasakan deja vu. Peristiwa ini mirip sekali seperti waktu mereka pertama kali bertemu. Ymir tidak sengaja menabrak punggung Bertholdt, lalu pemuda itu mengulurkan tangannya.

“Kayaknya ini pernah kita alamin, deh,” tawa Ymir sambil tangannya ditarik oleh Bertholdt untuk dibantu berdiri lagi.

“Iya, ya. Kok bisa sama gini, ya?”

“Eh, bentar. Bukannya lu lagi berantem sama Reiner??”

“Hah? Kata siapa? Kok bisa?”

“Lah? Tadi kata Hitch?”

“Masa, sih? Dia cuma bilang ke aku untuk nungguin kamu di sini, waktu aku tanya ke dia kamu lagi ada di mana. Soalnya hape kamu ga aktif.”

“Anjrit... Tadi dia bilangnya lu berantem sama Reiner! Gue tuh nyariin lu ke sana kemari, udah sampe ketemu Armin, Mikasa, Jean, Connie, Sasha, tapi ga ketemu-ketemu. Gue udah kayak dikerjain sama lu...”

“Oh, ya?? Aku ga ada maksud ngerjain kamu, kok... Tadi emang aku juga ketemu sama mereka, tapi ya udah abis itu aku emang nyariin kamu, nungguin kamu di sini kayak yang Hitch bilang.”

“Jangan-jangan kita berdua lagi dikerjain sama Hitch, eh, atau malah sama mereka semua...?”

“Mungkin? Tapi buat apa, ya? Hahaha…”

Kemudian ada sejenak keheningan janggal di antara mereka. Ya, ini adalah kali pertama mereka bertemu dan berbicara lagi sejak putus beberapa minggu lalu.

“Um, gimana kabar lu sekarang?” Ymir membuka pembicaraan duluan.

“Baik. Kemarin aku baru pulang dari Marley bareng Armin sama Mikasa. Kami juara 2 di kompetisi itu. Ga nyangka banget, padahal ga target menang karena saingannya bener-bener superior dari kami.”

“Wah, keren… Kalian emang hebat, sih…”

“Thanks, Ymir. Timnya sih yang keren, bukan kaminya. Kalo kamu, gimana kabarnya?”

“Gue baik-baik aja. Sehat walafiat. Kuliah lancar. Makan teratur, thanks to Hisu yang sering jejelin gue makanan karena katanya gue makin kurus.”

“Syukurlah…”

Kemudian, mereka kembali terdiam.

“Oke, gue bohong. Gue ga baik-baik aja,” ujar Ymir lagi sambil menggigit bibir bawahnya.

“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Bertholdt yang wajahnya berubah jadi khawatir.

“Gue… mau… minta maaf. Tentang peristiwa waktu itu. Gue secara sepihak udah mutusin hubungan kita. Jujur hal itu bikin gue kepikiran terus.”

Ymir tertunduk sambil memainkan jemarinya.

“Waktu itu, gue belum paham sama apa yang gue rasain. Gue juga punya prasangka buruk ke lu, bahwa gue pikir lu masih sayang sama Annie dan yang lu lakuin ke gue semua itu cuma sandiwara. Gue udah bikin kesimpulan sendiri, tapi ternyata gue sok tau.”

Kemudian, Ymir menengadahkan kepalanya untuk melihat Bertholdt secara langsung.

“Bert… Maafin gue, ya… Maafin gue kalo selama ini lu mungkin jadi nyalahin diri lu sendiri karena perkataan gue… Maafin gue yang ga peka sama perasaan lu, bahwa lu… Bahwa lu udah—”

Stop sampai di situ.”

“—eh?”

“Biar aku yang lanjutin. Aku juga... mau minta maaf. Sore itu, aku ga semestinya biarin kamu pergi. Tapi karena aku ga ada perlawanan, kamu jadi anggap bahwa dugaan kamu itu benar. Aku takut kehilangan kamu, tapi di saat yang bersamaan aku juga terlalu takut untuk nahan kamu… Kali ini, aku mau jadi laki-laki sejati. Ymir, aku janji akan selalu ada untuk kamu. Kamu mau kan jadi—”

Stop!!”

“—eh?”

“Engga. Ga boleh lu yang bilang. Harus gue yang bilang duluan.”

“Ga mau. Aku yang bilang.”

“Lho, ga bisa. Gue.”

“Aku.”

“Gue.”

“Biarin aku aja, dong. Kan waktu itu kamu yang ajak, sedangkan akunya pasif. Kali ini biar aku!”

“Ga bisa. Gue yang mulai, gue yang mengakhiri. Makanya mesti gue lagi yang mulai!”

“Ga mau. Kali ini harus aku. Ymir, ayo kita jadi—”

“Ga mauuu! Bert, harus gueee!”

“Aku ajaaa!”

“Gueee!”

“Ok, stoop! Kenapa kita jadi berantem?”

Ketika sadar, ternyata mereka berselisih meributkan hal yang sama. Siapa yang harus duluan nembak. Mereka berdua pun menertawakannya bersama.

“Ada-ada aja…” sahut Ymir geli.

“Ymir, daripada kita berantem, kan sebenernya kita udah sama-sama tau poinnya apa, ya.”

Bertholdt mengamit kedua tangan gadis itu, dan menggenggamnya dengan erat. Betapa mereka merindukan hal itu.

“Jadi… gimana? Kita bisa balik lagi kayak dulu?” tanya Bertholdt, menatap lekat lawan bicaranya yang manis itu dengan penuh harapan.

“Hm… gimana, ya…? Sebenernya… ada hal lain yang belum gue kasih tau.” Ymir berkata sambil melepaskan genggaman pemuda itu.

“E-eh? Apa itu?” nafas Bertholdt tercekat mendengar hal itu. Dia takut tiba-tiba Ymir berubah pikiran.

“Sini agak nunduk biar gue bisikin.”

Pemuda itu menuruti permintaan Ymir, dengan menundukkan kepalanya supaya jadi lebih dekat ke arah Ymir. Maklum, perbedaan tinggi mereka lumayan besar, yaitu 20 cm. Dia memiringkan kepalanya, supaya telinga sebelah kanannya lebih dekat lagi ke sumber suara.

Tapi kemudian, Ymir meraih wajah pemuda itu, memutar kepalanya supaya sekarang wajah mereka berhadapan. Dan… dia mulai mendekat perlahan hingga bibir mereka saling bersentuhan.

Hal itu berlangsung sangat singkat, mungkin sekitar 3 detik saja, sebelum gadis itu melepaskannya. Bertholdt hanya bisa membeku.

“G-gue… s-s-sayang sama lu, Bert… G-ga apa-apa kan gue lakuin hal tadi…?”

Wajah bersemu Ymir terlihat sangat sangat sangat menggemaskan bagi Bertholdt.

“...Bert?”

Karena tidak ada respon dari pemuda itu, Ymir jadi khawatir sendiri.

“Lu… ga berkenan, ya? Maaf—”

Belum selesai dengan kalimatnya, Ymir sudah dikagetkan dengan tangan kiri Bertholdt yang terlingkar di pinggangnya, dan tangan kanannya yang sudah meraih wajahnya. Lalu, pemuda itu menciumnya. Kali ini, lebih lama dan lebih dalam.

Ketika akhirnya mereka selesai karena kehabisan nafas, kedua wajah mereka sudah semerah tomat matang.

“Hmph— Dahahahah!!” tawa Ymir menular, membuat pemuda itu mengikutinya tertawa.

Lalu, Ymir mulai pura-pura meringis sambil mengusap bokongnya yang sempat terbentur tanah karena terjatuh tadi.

“Aduduh, pantat gue sakit, niih!”

“Yaah, maafin, yaa.”

“Ga bisa jalan pulang nih gue! Ayo, tanggung jawab! Gendong gue sampe ke kosan!”

Bertholdt terkejut karena gadis itu tiba-tiba melompat ke punggungnya, lalu dengan reflek dia menangkap dan memegangi kaki Ymir supaya gadis itu tidak terjatuh.

“Siap! Apa sih yang engga untuk kamu?” Bertholdt kemudian berlari sambil menggendongnya.

“Woy, kosan gue di arah sebaliknya! Lu salah jalan!”

“Lho, siapa yang bilang aku mau bawa kamu ke kosan? Hahaha!”

“Tolooong saya diculik aaaaahh!”

Tangan kiri Ymir menutupi sebagian wajah Bertholdt dan mengganggu pandangan pemuda itu.

“Ymir! Ga keliatan! Nanti aku kesandung dan bikin kita jatoh, lho!”

“Dahahahaha!!” Ymir tertawa keras sambil mengacak-acak rambut Bertholdt, tapi pemuda itu tidak marah dan malah ikut tertawa bersamanya.

“Yang barusan lo foto juga ga??”

“Aduh, sori Hitch. Kamera hape gue jelek, ga bisa foto gambar bergerak.”

“Ah, elah! Lagian hape jelek gitu lo beli! Makanya pake Urudroid donk, Floch!”

“Anjir kan gue ngirit. Lagian gue tetep dapet foto yang cipokan!”

“Yaudah sini gue minta!”

“Ih ya ampun gemesnyaaa mereka berduaa.”

“Sstt lu jangan kenceng-kenceng, Sha. Nanti penyamaran kita kebongkar.”

“Kan mereka udah makin jauuh. Badan gue gatel-gatel nih, Con. Kenapa sih kita harus ngumpet di semak-semak??”

“Ya kan kita udah diamanahkan Baginda Armin untuk ikut menyatukan dua insan yang sempat terpisah itu.”

“Gaya lu, Con. Padahal tadi yang mesti akting itu guee.”

“Tapi gue dapet foto barusan, yang lu bilang gemes itu!”

“Mana, mana, liaat!”

“Rencana kamu berhasil.”

“Hehe. Iya dong, Ann. Armin gitu, lho.”

“Kok bisa sih kepikiran? Sampe kamu koordinir anak-anak kayak gitu.”

“Bertholdt curhat ke aku sekitar 4 hari lalu. Dari situ, aku muncul ide, deh. Akhirnya aku minta tolong kamu, Mikasa, Jean, Connie, Sasha, Hitch, dan Floch. Tapi sebenernya yang punya ide sampe ke drama-dramanya itu Hitch sama Floch, sih.”

“Hm, ga heran kalo mereka berdua, mah.”

“Tapi aku malah lupa kabarin Hisu sama Rei. Mereka lagi sibuk jadi asisten lab sama jadi pelatih tim futsal kampus ya kalo ga salah.”

“Udah aku chat tadi si Hisu. Ga apa-apa, di sisi dia aman. Dia dukung kok. Makasih banget, katanya.”

“Oke, siip. Eh awas, jangan terlalu senderan ke railing balkon, nanti kamu jatuh. Inget, ini lantai 3.”

“Kan ada kamu yang pegangin.”